Merapi kali ini di luar kebiasaan. Tak pernah Merapi erupsi dengan pola seperti ini.

VIVAnews -- Sejak meletus Selasa 26 Oktober 2010, belum ada tanda-tanda Merapi bakal normal. Yang terjadi kemarin pukul 10.03 WIB, justru Merapi kembali erupsi untuk kali keempat.

Sudah 39 nyawa direnggut, dusun-dusun hancur, ratusan ternak mati -- masyarakat terutama pengungsi gundah gulana, bertanya-tanya kapan ancaman Merapi akan berakhir.

Di tengah segala kegalauan, muncul sebuah foto yang membuat perasaan warga makin ketar-ketir: penampakan awan Mbah Petruk di atas Merapi.

Sosok mirip tokoh punakawan, Petruk ditangkap kamera berada di atas Merapi. Foto itu diambil Suswanto, warga Srumbung Magelang senin 1 November 2010 -- sebelum letusan terjadi.

Foto itu lantas menyebar dengan cepat dan menghebohkan dunia maya. Ada yang percaya, itu adalah petanda, Merapi akan muntab dengan kekuatan yang lebih besar.

Arah hidung Petruk yang menunjuk Selatan dianggap tanda, bahwa wilayah Selatan akan mengalami kerusakan paling parah.

Namun, Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Subandrio tak sepakat dengan anggapan itu. Dan menilai bahwa awan itu bukan petanda apa-apa, apalagi tanda letusan. "Jelas bukan," kata Subandrio saat dihubungi VIVAnews, Senin malam, 1 November 2010.

Meski demikian, Subandrio mengaku paham. "Kami memahami keyakinan mereka, tak menyalahkan. Itu belum hilang di masyarakat, termasuk masyarakat Selatan, masyarakat Utara dengan berbagai versi," tambah dia.

Menurut dia, ini adalah tantangan bagi mitigasi bencana dari aspek sosial -- bagaimana mengubah pandangan masyarakat agar lebih ilmiah.

Potensi letusan utama Merapi

Letusan yang terjadi tahun ini diakui Subandrio bukan yang terbesar. Kata dia, sejauh ini kekuatan letusan kali ini cuma separuh dari yang terjadi pada 1872.

Meski kali ini, abu menutupi wilayah sekitar Merapi di DIY dan Jawa Tengah, bahkan sampai ke Ciamis dan Tasikmalaya di Jawa Barat.

"Pada 1872, suara letusan menggelegar lebih dari 8 kilometer. Abunya ke arah Timur mencapai Madura, sementara ke Barat sampai Karawang," jelas dia. Sementara, awan panas saat itu meluncur hingga sejauh 15 kilometer.

Kekuatan letusan Merapi saat ini juga masih di bawah letusan tahun 1930 dan tahun 1960-an. Jadi letusan kali ini bukan yang terbesar.

Jadi, kapan Merapi akan berangsur normal?

Subandrio mengaku tidak tahu. Kata dia, saat ini pihaknya sedang berusaha memahami pola letusan Merapi. Sebab," letusan yang sekarang berbeda dengan letusan yang kami kenal langsung," kata dia.

Diakuinya, tak pernah Merapi meletus seperti saat ini. "Merapi masih erupsi. Apakah letusan pertama yang terbesar, apakah letusan berikutnya cenderung mengecil, apakah berhenti atau masih menunggu letusan utama, kami belum tahu."

Kata Subandrio, sesuai sekrenario memang ada potensi letusan utama. Letusan paling besar yang magmatis. Namun sekali lagi, itu baru perkiraan.

Meski demikian, langkah antisipatif telah dilakukan. Salah satunya, mengungsikan masyarakat yang tinggal di wilayah 10 kilometer dari puncak gunung. Ini lebih jauh dari penetapan wilayah rawan sebelumnya yakni radius 4 kilometer.